Evakuasi Mesir: Satu Lagi Proyek Pencitraan yang Gagal
Oleh: Bimo Tejo
Setelah dikalahkan lewat sepakbola, dipermalukan dengan hilangnya Sipadan-Ligitan, direndahkan dengan sebutan “Indon”, dihina dengan perlakukan buruk terhadap TKI, saya berharap ada berita baik - satu saja cukup - sebagai bukti bahwa Indonesia masih bisa berkata “Kami Lebih Baik!” dan menegakkan kepala di depan Malaysia.
Kesempatan itu datang 7 hari yang lalu. Presiden SBY dengan kecepatan luar biasa memutuskan untuk mengevakuasi WNI di Mesir. Saking cepatnya, beliau sampai bertekad untuk memberangkatkan pesawat-pesawat kita sesegera mungkin, kalau perlu malam itu juga. Di saat yang sama Malaysia justru masih belum memutuskan bagaimana memindahkan 11 ribu warganya (dua kali lipat WNI) dari Mesir.
Itulah kesempatan terbaik bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita lebih baik dari Malaysia. Tapi kesempatan itu terbuang sia-sia.
Indonesia yang bergerak lebih dulu, dan sempat dipuji oleh sebagian warga Malayia yang kecewa dengan kelambanan pemerintahnya, kini justru kedodoran. Dari tiga pesawat yang dijanjikan (Garuda Indonesia, Batavia Air, dan Lion Air) ternyata hanya Garuda yang sibuk bolak-balik Kairo-Jakarta. Entah apa yang terjadi dengan dua pesawat yang dijanjikan. Setelah 7 hari proses evakuasi, tidak sampai 1000 orang yang berhasil diangkut ke Jakarta.
Malaysia yang “terlambat memanaskan mesin” justru kini sudah menyelesaikan 90% proses evakuasi. Sampai kemarin sebanyak 10 ribu warganya berhasil dipindahkan ke Jeddah dan akan dibawa berangsur-angsur ke Malaysia melalui udara. Sebanyak 12 armada dari Malaysia Airlines, AirAsia, dan Tentera Udara Diraja Malaysia dikerahkan dalam operasi bersandi “Operasi Piramida” ini.
Kemarin dan hari ini koran-koran Malaysia sibuk memuat cerita di balik layar, bagaimana PM Najib Razak dan isterinya memanfaatkan hubungan baik mereka dengan penguasa Arab Saudi untuk membantu proses evakuasi. Bahkan PM Najib ditelpon langsung jam 2.30 pagi untuk memberitakan approval hak melintas oleh Kerajaan Saudi untuk pesawat-pesawat Malaysia. Belum berhenti disitu, Pangeran Turki bin Faisal al-Daud (mantan kepala intelijen Arab Saudi) bahkan mengerahkan dua buah pesawatnya untuk membantu evakuasi warga Malaysia dari Kairo.
Juga kisah dramatis pesawat AirAsia yang nekat terbang ke Kairo padahal ijin mendarat belum keluar. Ijin tersebut baru keluar ketika pesawat berada di udara!
Rakyat Malaysia dengan bangga bisa mengklaim operasi tersebut hampir selesai sebagaimana dimuat dalam headline koran Utusan Malaysia kemarin.
Rakyat Indonesia kini menjadi rakyat asing yang paling banyak tinggal di Kairo, paling tidak menurut penuturan rekan Kompasiana Bisyri. Bukan karena mereka mencintai Mesir, tapi karena proses evakuasi yang sangat tidak profesional, dikelola setengah hati, bahkan dicemari oleh ucapan politisi Indonesia yang mengklaim ratusan kader partainya membantu demonstrasi penggulingan Mubarak.
Dalam proyek evakuasi Mesir ini, Indonesia terlihat seperti negara yang tidak kompeten mengurusi warganya.
Di mana salahnya? Tentu saja jari bisa dituding kemana-mana. Para WNI di Mesir menuding pemerintahnya yang tidak bersungguh-sungguh, sebaliknya pemerintah menuding para WNI yang dianggap tidak tertib administrasi dengan tidak mengantongi paspor dan ijin kerja yang sah sehingga menyulitkan proses evakuasi.
Kemanapun jari dituding, proyek evakuasi Mesir adalah proyek yang gagal segagal-gagalnya. Muka Indonesia tercoreng oleh arang hitam.
Innamal a’malu binniyat (perbuatan itu berdasarkan niatnya). Niat yang baik, dengan ijin Tuhan, akan membawa hasil yang baik juga. Niat yang dari awalnya sudah salah, dengan murka Tuhan, akan membawa hasil yang jelek juga.
Masalahnya sekarang, ketika Pemerintah RI mengambil keputusan untuk mengevakuasi WNI di Mesir, apa niat di balik keputusan itu? Jika niatnya memang tulus untuk membantu warga negaranya yang sedang kesulitan, saya yakin perencanaannya akan dibuat matang, mulai dari jumlah pesawat yang mencukupi (apa yang bisa diharapkan dari 3 pesawat, itupun 2 pesawat ingkar janji?? Come on!!!), percepatan proses administrasi keimigrasian, hingga waktu maksimum untuk memindahkan kesemua 4000 WNI ke Jakarta.
Tapi jika memang proyek evakuasi ini dibuat semata-mata diniatkan untuk pencitraan pemerintah, maka ketahuilah bahwa proyek pencitraan ini sudah gagal. Memalukan di mata rakyat, juga memalukan di mata dunia internasional.
Bertambah lagi daftar panjang kekalahan kita terhadap Malaysia. [kompasiana.com]