Dr Ahmad Nabil Amir | Abduh Study Group, IRF
Tafsir al-Manar merupakan antara tafsir al-Qur’an yang terbaik yang mengetengahkan manhaj tafsir yang bercorak adabi ijtima‘i (sastera dan budaya), yang menzahirkan kekuatan analisis dan keupayaan fiqh yang tinggi. Ia menyerlahkan kefahaman tentang adab dan akhlak Islam, kehidupan masyarakat dan gejolak kebangkitan rakyat di Mesir. Tafsir al-Manar diilhamkan dari pengaruh Majallah al-Manar yang dikarang oleh Imam Muhammad Abduh dan Shaykh Muhammad Rashid Rida yang menyeru kepada pemberdayaan akal dan ijtihad.
Fokus penting yang diketengahkan dalam Tafsir al-Manar adalah upaya untuk mencapai hidayah yang dibawa oleh risalah al-Qur’an, dan ini merupakan inspirasi penting yang diilhamkan oleh Shaykh Muhammad Abduh dan Muhammad Rashid Rida yang digarap dengan berkesan dalam mukaddimah tafsirnya: “Ini adalah satu-satunya tafsir yang mencantumkan tafsir al-ma’thur yang sahih dan tafsir al-ma‘qul (aqliah) yang sarih (jelas), yang menjelaskan hukum syarak, dan sunan (ketentuan) Allah pada insan, dan kenyataan al-Qur’an sebagai hidayah (petunjuk) untuk manusia di setiap tempat dan masa, dan menimbangkan antara hidayahnya dengan kondisi manusia pada waktu ini.”
“Dan sesungguhnya mereka telah membelakangkannya, dan keadaan kaum salaf (terdahulu) daripada mereka yang mendakap talinya dengan erat, dengan meraikan kemudahan pada ta‘birnya (ungkapan), dan menjauhi perbahasan yang berkait dengan peristilahan sains dan seni, dengan cara yang difahami oleh umum, dan tidak dapat disingkirkan olehnya kaum yang khusus.”
Demikian inilah haluan yang diikuti olehnya ketika menyampaikan durusnya (pengajian) di (Jami‘) al-Azhar oleh Hakim al-Islam al-Ustadh al-Imam al-Shaykh Muhammad ‘Abduh”.[1]
Tafsir al-Manar dilatari oleh kekuatan ide yang dicanangkan oleh pelopor nahdah Sayyid Jamal al-Din al-Afghani dan diteruskan oleh Imam Muhammad Abduh yang membawa gagasan Pan-Islamisme lewat akhbar al-Mu’ayyid dan majalah ‘Urwat al-Wuthqa. Dalam tafsirannya tertuanglah pandangan dunianya yang luas yang mengungkapkan aspirasi pembaharuan dan tajdid, dan pembelaannya terhadap mazhab ulama salaf al-salih dan dukungannya terhadap perjuangan reformasi yang digerakkan oleh Imam Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim al-Jawziyah di abad pertengahan.
Pengaruh al-Manar dan impaknya yang luas di dunia Islam telah diungkapkan dengan berkesan oleh A. Athaillah dalam karyanya Rasyid Ridha: Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar:
“Dalam kiprahnya melakukan pembaruan di kalangan umat Islam, Ridha telah berhasil melahirkan sebuah kelompok yang disebut kelompok al-Manar dan kelompok ini telah berjasa dalam memerangi taqlid, bid’ah, dan khurafat, mengembalikan semua urusan umat Islam kepada agama mereka, dan menjadikan agama tersebut sebagai aqidah dan jalan hidup mereka.”
“Menurut Malcolm Kerr, pengaruh Ridha juga terdapat dalam gerakan Wahhabi di Saudi Arabia, dan al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir. Menurut H. Loust, Ridha dengan al-Manar-nya telah pula ikut berperanan dalam mengembangkan nasionalisme Arab dan membantu gerakan kemerdekaan Syiria dan Palestina. H.A.R Gibb dalam salah satu tulisannya juga mengatakan bahwa majalah al-Manar telah memberikan pengaruh yang besar dalam membuka wawasan baru bagi umat Islam tentang keterkaitan Islam dengan tuntutan-tuntutan abad modern.” [2]
Tradisi penulisan tafsir di Indonesia juga terkesan dengan pengaruh al-Manar sebagaimana dizahirkan oleh Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, yang mengungkapkan kekuatan pengaruh “Shaykh Muhammad Abduh (1849-1905) yang dipandang sebagai pelopor pembaharuan fikiran di Mesir.”[3]: “Saya mengakui bahwa saya tidak pernah belajar, baik di al-Azhar atau di Cairo University, tetapi hubungan jiwa saya dengan Mesir telah lama, yaitu sejak saya pandai membaca buku-buku bahasa ‘Arab, khususnya buku-buku Shaykh Muhammad ‘Abduh, Sayid Rasyid Ridha dan lain-lain.” (Hamka, 1958)[4]
Perjuangan Shaykh Muhammad Abduh dan Shaykh Muhammad Rashid Rida dapat dilanjutkan menerusi gerakan reformasi, dan upaya tajdid yang susbtantif. Idealisme dan iltizam perjuangan yang digerakkan oleh Syed Sheikh al-Hadi dan Sheikh Muhammad Tahir Jalaluddin juga harus diangkat dan tulisan serta karya-karya mereka harus dimartabatkan.
Saat ini kita perlu menggerakkan perjuangan untuk menggembling masyarakat madani dan membawa corak pemikiran yang kritis seperti yang diilhamkan oleh Shaykh Muhammad Abduh dan mendukung aspirasi pembaharuannya yang menuntut pemikiran baru dan tekad perjuangan yang kental dan rasional.
[1] Muhammad Rasyid Rida (1947/1366). Tafsir al-Qur’an al-Hakim al-mushtahar bi ism Tafsir al-Manar. Cet. 2. Dar al-Manar: Kaherah, juz 1/hal. 1.
[2] A. Athaillah, 2006. Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar. Jakarta: Erlangga, hlm. 38.
[3] Hamka, 1988. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1/156.
[4] Hamka. 1958. Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Pidato diucapkan sewaktu menerima gelar Doktor Honoris Causa di Universitas al-Ahar, Mesir pada 21 Jan 1958. Jakarta: Tintamas, h. 24. Milhan Yusuf dalam tesisnya yang mengupas kefahaman ayat hukum dalam Tafsir al-Azhar menulis: “Kerna terpengaruh dengan idea reform yang ditunjangi oleh (Shaykh) Muhammad ‘Abduh dan teman-temannya, Hamka cuba mengangkat dan menerapkan gagasan pembaharuan di tanah airnya, dengan upaya yang ada padanya; lewat jalan dakwah dan penulisan.” Milhan Yusuf. 1995. Hamka’s method of interpreting the legal verses of the Qur’an: a study of his tafsir al-Azhar.Tesis MA. Institute of Islamic Studies, Mcgill University, h. i.